Senin, 03 Mei 2010

The Red Baron (Pilot Terhebat Sepanjang Masa)

Semua orang yang hidup di masa Perang Dunia I pasti mengenal dia. Ia adalah seorang penerbang jagoan di Angkatan Udara Kerajaan Jerman dengan sederet prestasi yang membanggakan bagi bangsanya sekaligus menakutkan bagi musuh-musuhnya. Nama lengkapnya Baron Manfred von Richthofen. Gelar Baron adalah sebuah gelar kebangsawanan yang dianugrahkan pemerintah Jerman kepadanya. Namun dikalangan masyarakat ia lebih dikenal sebagai Red Baron karena selalu memakai pesawat andalan Fokker Dr I Triplane, pesawat tempur bersayap susun tiga yang berwarna merah menyala.


Manfred von Richthofen


Lahir tanggal 2 Mei 1892 sebagai putra tertua dari tiga bersaudara memang tak terhindarkan sebagai seorang prajurit karena mengikuti tradisi keluarga bangsawan Prusia yang militeristik pada saat itu. Karir militernya dimulai saat menjadi perwira kaveleri 1st Regiment of Uhlan, April 1911. Saat perang parit dimulai setahun setelah perang dunia I meletus, kaveleri tidak begitu terpakai sehingga Richthofen memutuskan untuk pindah ke bagian dinas udara. Padahal ia tidak tahu menahu soal terbang bahkan mulanya sempat mengganggap remeh, tapi itu lebih baik daripada menjadi infanteri ! Mulai karir sebagai observer pada pesawat intai tanggal 10 Juni 1915 dan mulai merasakan bertempur tiga bulan kemudian dan berhasil menembak sebuah Farman Perancis walapun kemenangan ini tidak diakui karena jatuh diwilayah lawan.


Manfred von Richthofen (Sang legendaris Red Baron)

Peristiwa inilah yang memacu Richthofen untuk belajar sebagai pilot yang akhirnya berhasil didapatkannya Maret 1916. Mimpinya adalah sebagai pemburu yang menembak jatuh lawan baru kesampaian saat diajak ace top dan guru strategi tempur udara Lt. Oswald Boelcke yang mengajak bergabung dalam skuadron tempur. Ia meraih kemenangan pertama tanggal 17 September 1916 atas pesawat pengintai FE 2b RAF(AU Inggris). Kemenangan demi kemenangan diperoleh sehingga ia menjadi ace top dan pahlawan nasional Jerman, apalagi setelah sang guru Oswald Boelcke tewas akibat kecelakan terbang. Pada saat itulah, seluruh pesawat tempur skuadron Jerman dicat warna-warni menyolok bak pemain sirkus yang bertujuan menciutkan nyali penerbang sekutu. Termasuk Richthofen yang memakai warna merah terang, terinspirasi dari warna seragam kaveleri Uhlan yang mengibarkan nama legendaris Red Baron dan Flying Circus.




Fokker Dr (Dreidekker) I, Sang Legendaris Red Baron

Meskipun beberapa kali nyaris tertembak dan tewas dalam pertempuran udara, tidak pelak lagi kehadiran dan kemampuannya memimpin berhasil membuat takut dan kekalahan yang besar bagi armada udara sekutu April 1917 yang terkenal sebagai Bloody April. Tidak seperti pilot sekutu yang mengandalkan kemampuan individu, Richthofen unggul karena mengutamakan aksi tim / skuadron dan taktik hebat yang dikembangkan mendiang Boelcke yang sering disebut Boelcke Dicta.
Memang tidak ada yang abadi, Richthofen hanya manusia biasa yang dapat mati dan melakukan kesalahan. Ia terbang sendirian, terlalu jauh dan terlalu lama di wilayah musuh pada hari naas itu. Walaupun masih kontroversial apakan benar Roy Brown yang menembak jatuh atau akibat tembakan artileri tapi yang jelas merupakan pukulan berat bagi AU Kekaisaran Jerman. Walau dianggap musuh toh ia mendapat penghormatan militer layaknya seorang pahlawan.


German First World War air ace Manfred von Richthofen (1882 - 1918) known as the Red Baron, leader of the 11th Chasing Squadron, with a comrade in front of his famous red tri-plane.

Tanggal 19 November 1925, jenazah Richthofen dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan dengan pengiring Presiden Jerman sendiri yaitu von Hidenburg, sang ibu, dan adik Bolke Richthofen. The Red Baron dikubur tepat disamping sang ayah dan adik kedua, Lothar yang meninggal dunia akibat kecelakaan terbang tahun 1922.
Bagi seluruh penerbang tempur dunia tahu kebesaran nama Richthofen dan jumlah kemenangannya yang merupakan ace top saat Perang Dunia I. Meskipun pada Perang Dunia II banyak pilot tempur yang meraih angka kemenangan jauh melebihi prestasinya tapi situasi jelas jauh berbeda pada saat itu dimana keterampilan terbang, tempur, dan insting lebih dominan dibanding keunggulan teknologi. Oleh karena itu tak pelak lagi Red Baron adalah "ACE TERBESAR SEPANJANG SEJARAH."

Hari-Hari Terakhir Red Baron

Pagi hari yang berkabut tanggal 21 April 1918, Richthofen melangkah menuju hangar pesawat di Chappy. Sejak bergabung di AU Jerman ia sudah menunjukan keterampilannya sebagai pilot jagoan dan menjadi algojo udara bagi musuh-musuhnya penerbang Inggris, Perancis, Belgia, dan Kanada. Di zaman itu pertempuran udara tidak seperti saat sekarang yang berlangsung cepat dan terkadang kedua pesawat yang terlibat bahkan belum saling melihat lawannya. Pertempuran udara era Perang Dunia I tak ubahnya sebuah perkelahian buas, perjuangan hidup mati di angkasa. Masa hidup seorang penerbang rata-rata paling lama hanya 3 minggu sebelum akhirnya tewas ditembak jatuh lawannya.
Richthofen pun tahu itu tapi tampaknya musuhnya-lah yang harus gentar. Sebab bila Red Baron mengangkasa pasti ada beberapa pesawat lawan yang ditembak jatuh olehnya. Maka pagi itu seperti penerbangan sebelumnya.pria berumur 26 tahun itu kelihatan santai dan tenang. Rutin. Tak terlihat raut muka tegang seperti prajurit yang akan maju ke medan tempur.


Manfred von Richthofen bersama anjingnya

Melangkah pelan sambil merapatkan jaket kulit penerbangnya dan di depan pintu hangar, seekor anak anjing lucu menarik perhatiannya. Ia berjongkok dan bermain-main dengan anak anjing itu. Seorang juru foto melihat kejadian unik itu berlari mendekat. "Tuan Richthofen," katanya. Richthofen menoleh sambil tersenyum didepan lensa kamera. Ya, ia memang pahlawan besar dan selalu diincar wartawan. Prestasi luar biasa dengan menembak jatuh 80 pesawat musuh selalu menjadi pembicaraan hangat dan diberitakan lewat surat kabar ke seluruh dunia. Bahkan setahun yang lalu pada bulan yang sama, Manfred von Richthofen pernah menembak jatuh sebanyak 5 pesawat musuh hanya dalam satu hari saja !
Ada tahkyul yang beredar luas dikalangan penerbang bahwa pantang bagi pilot difoto sebelum berhasil melaksanakan tugas. Richthofen tak percaya tahkyul. Jika pantangan itu dilanggar niscaya nasib sial akan selalu membayangi. Namun dengan kebesaran nama Red Baron tak sebersit sedikitpun tentang kepercayaan itu.

Detik-detik tewasnya Red Baron

Pukul 10.15 pagi, Fokker berwarna merah menyala itu meluncur ke angkasa bersama dua lusin pesawat tempur lainnya. Tujuannya Sailly-le-Sec, lembah Somme, Perancis dalam misi offensive patrol. Red Baron memimpin rombongan pesawat itu yang juga sering disebut sebagai "Richthofen's Flying Circus " atau "Sirkus Terbang Richthofen" dan gemuruh mesinnya meraung dan mengusik ketenangan pedesaan Jerman.
Di pihak lain pada waktu yang hampir bersamaan, Kapten Roy Brown, pilot kebangsaan Kanada berusia 24 tahun juga meluncur ke angkasa dari aerodrome Bertangles, Perancis. Dibanding Red Baron, bagai bumi dengan langit, Brown masih belum apa-apa karena baru berhasil menjatuhkan 12 pesawat Jerman. Bahkan di skuadronnya sekalipun yaitu skuadron 209 RAF (AU Inggris), Brown tidak jauh berbeda dengan puluhan pilot lain dan tidak pernah dielu-elukan sebagai pahlawan. Roy Brown seperti penerbang Sekutu lainnya sudah sering mendengar cerita tentang Red Baron dengan Fokker merahnya dan ia menaruh kagum terhadap musuhnya itu. Sebaliknya Manfred von Richthofen sama sekali tak pernah mendengar nama Roy Brown, pilot Kanada yang pada pukul 11.00 sedang melakukan patroli rutin di ketinggian 10.000 kaki bersama dengan 15 pesawat tempur buatan Inggris Sopwith Camel ke wilayah Sailly-le-Sec.
Dua pesawat pengintai jenis RE8 sedang terbang rendah di wilayah itu. Malang bagi mereka rombongan "Sirkus Terbang" melihatnya. Maka dimulailah pembantaian udara tak mengenal kasihan. lebih dari 20 pesawat tempur Jerman siap mengeroyok dua pesawat pengintai yang lamban dan tak berdaya !


(dari kiri) Hauptmann / Kapten Manfred von Richthofen, Kapten Roy Brown, dan Letnan Wilfred May

Di ketinggian Roy Brown melihat pembantaian yang terjadi di bawah. Ia dan teman-temannya segera membantu seraya menukik tajam ke ketinggian 3,000 kaki dimana pesawat-pesawat Jerman itu berada. Mereka tahu bahwa mereka kalah jumlah dan kualitas. Jerman dengan 25 pesawat dengan penerbang sangat terlatih melawan 15 pesawat Inggris, 8 diantaranya pun merupakan pilot-pilot Australia yang masih "hijau" dan baru saja tiba di Perancis. Kedelapan pilot itu dilarang bertempur sampai cukup pengalaman berduel di udara. Salah satu pilot Australia itu adalah Letnan Wilfred May. Sempat ragu melihat keperkasaan Fokker-Fokker Jerman tapi segera dibuang pikirannya jauh-jauh. Keselamatan dua pengintai itu jauh lebih penting pikirnya. May nekat membawa pesawatnya masuk ke kancah pertempuran dimana seharusnya ia menghindar ke tempat yang aman. Munculnya rombongan Sopwith Camel secara mendadak mengejutkan pilot-pilot Jerman. Beberapa detik kemudian empat Fokker ditembak jatuh dengan sebuah diantaranya milik May.
Namun May tak dapat merayakan keberhasilan first kill-nya ini. Sang Red Baron melihat pesawatnya dan segera menjadikannya calon korban ke-81. Dalam beberapa kali tembakan beruntun dari sepasang senapan mesin Spandau-nya, pesawat May tercabik-cabik. Harapan satu-satunya kabur dengan terbang rendah menginggalkan pertempuran sambil berlindung dibalik tembakan artileri udara Sekutu. Sayang Red Baron terus memburunya laksana elang memburu mangsa, sepertinya dalam hitungan detik sudah jelas siapa pemenangnya. Roy Brown melihat kejadian itu dan segera meninggalkan arena pertempuran untuk membantu May. Letnan May masih berusaha menghindar tapi takkan bisa menandingi kehebatan Red Baron. Dengan satu rentetan tembakan Red Baron pasti akan memenangkan duel udara melawan May.
Namun tepat diatasnya Sopwith Camel milik Roy Brown melayang mendekati ekor Fokker milik Red Baron. Nyaris tak ada gerakan mengelak dari Red Baron karena terlalu sibuk mengikuti pesawat May dan memilih saat yang tepat untuk menghabisinya. Bahkan pilot sekaliber Red Baron-pun bisa lupa akan aturan utama bagi setiap pilot pemburu yaitu always check your six ! Benarlah, begitu ekor Fokker muncul dihadapan Brown tanpa membuang waktu lagi ia menekan tombol sepasang senapan mesin Vickers yang terpasang dihidung pesawatnya. Ratusan peluru menghambur dengan cepat seraya merobek warna merah menyala kulit pesawat Red Baron yang selama ini menjadi momok penerbang Sekutu. Detik itu juga Red Baron baru sadar, berusaha mengelak tapi terlambat. Hantaman peluru menerjang kabin pilot dan mesin pesawatnya. Seketika itu Fokker milik Red Baron terbakar dan melayang makin rendah dan menghujam ladang gandum di wilayah Sailly-le-Sec. Saat itu Roy Brown dan Wilfred May tidak menyadari bahwa mereka baru saja berduel sekaligus menembak jatuh jagoan udara dan pahlawan nasional Jerman yang terkenal ke seluruh penjuru dunia.


Sisa-sisa Fokker Red Baron (kiri). Dengan upacara kemiliteran (kanan), Red Baron disemayamkan di sebuah pemakaman kecil Bertangles sore hari tanggal 22 April 1918 dengan melibatkan 12 orang berpangkat Kapten dari Skuadron 3 RAF (Australia) menembakan salvo ke udara sebagai tanda penghormatan terakhir.

Manfred von Richthofen ditemukan tewas dalam pesawatnya oleh infanteri Inggris dengan sebuah peluru menembus jantungnya. Sementara itu di Chappy, puluhan wartawan dan pemain musik sibuk bersiap-siap menyambut Red Baron pulang dengan membawa kemenangan udara. Tak terkecuali si juru foto yang memotret di depan hangar pesawatnya tadi. Ia berharap sang Red Baron akan kembali dengan gagah sehingga ia berkesempatan mengabadikan gambarnya yang legendaris itu sekali lagi….

source: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1472487

0 komentar:

Posting Komentar